di kopi Link dari:http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=2&id=1162
Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri
Lihatlah “bahasa” orang-orang terhormat di forum-forum terhormat itu dan banding-sandingkan dengan tingkah laku umumnya para demonstran di jalanan. Seolah-olah ada “kejumbuhani” pemahaman antara para “pembawa aspirasi” gedongan dan “pembawa aspirasi” jalanan tentang “demokrasi”. Demokrasi yang–setelah euforia reformasi–dipahami sebagai sesuatu tatanan yang mesti bermuatan kekasaran dan kemarahan.
Yang lebih musykil lagi “bahasa kemarahan” ini juga sudah seperti tren pula di kalangan intelektual dan agamawan. Khotbah-khotbah keagamaan, ceramah-ceramah dan makalah-makalah ilmiah dirasa kurang afdol bila tidak disertai dengan dan disarati oleh nada geram dan murka. Seolah-olah tanpa gelegak kemarahan dan tusuk sana tusuk sini bukanlah khotbah dan makalah sejati. Baca Lanjutannya…